Rabu, 26 Oktober 2011

Sebuah Kehidupan

            Mulai ku tulis kehidupanku di kertas sebagai pengenang masa-masa hidupku di dunia ini kelak jika aku sudah menghadap sang khalik. Sebuah gambaran tentang kehidupan ku yang serba tidak menentu yang artinya kehidupan yang bergelombang. Jika kita melihat gelombang dan mengukurnya maka akan berbeda setiap gelombang yang  datang di tepian lautm selalu berbeda lama, besar kecilnya dan kerasnya gelombang tersebut. Sama juga dengan kehidupanku yang selalu berubah ubah seperti gelombang di laut.

            Penuh dengan lika liku yang terjadi disetiap tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit maupun sekalipun detik selalu berbeda dan tidak selalu tepat dengan apa yang kita perkirakan. Sama juga seperti orang berburu tidak selalu tepat dengan sasaran yang di bidik. Tidak selalu sejalan dengan apa yang kita hendaki dan kita inginkan. Kan selalu tidak bisa sempurna karna itu sudah takdir manusia tercipta tidak dengan kesempurnaan karna kesempurnaan hanya milik Tuhan yang Maha Kuasa.

            Hidupku adalah nafasku. Jika kita tidak bernafas maka kita tidak akan bisa hidup. Benar bukan? Menjaga  bumi ini adalah tugas kita, agar bisa selalu  untuk kita manfaatkan untuk bernafas adalah hal yang seharusnya kita lakukan bersama, menjaga dan memelihara apa  yang telah Tuhan berikan kepada  kita umat manusia yang berpangkat sebagai khalifah atau pemimpin di bumi pertiwi ini. Jika bumi rusak kita tidak akan bisa bernafas dan pada akhirnya kita semua akan mati dan tidak akan ada kehidupan di dunia ini karena bumi telah rusak dengan tangan kita sendiri. 

            Kembali ke masalah hidup ku ini yang seperti gelombang dan panah para pemburu yang tidak selalu bisa sama dengan waktu lampau, sekarang maupun diwaktu yang akan datang. Ku gunakan sisa hidupku di dunia yang fana ini hanya untuk belajar semata-mata beribadah kepada Tuhan YME dan mencari ridhonya itu adalah nurani yang sedang ada pada hati kecilku. Tidak akan bisa puas manusia ini jika mengikuti nafsunya saja. Ketahuilah musuh terbesar kita adalah perang melawan hawa nafsu. [Oleh: M. Miftahur Royan]


Jember 24 Oktober 2011
Kamar kontrakan


Comments
0 Comments

Posting Komentar

Tulisan terkait